Thursday, March 22, 2012

Cukup !!


Kata yang paling sulit diucapkan oleh manusia barangkali adalah kata
"cukup". Kapankah kita bisa berkata cukup?
Hampir semua pegawai merasa gajinya belum bisa dikatakan sepadan dengan
kerja kerasnya.
Pengusaha hampir selalu merasa pendapatan perusahaannya masih dibawah
target.
Istri mengeluh suaminya kurang perhatian. Suami berpendapat istrinya kurang
pengertian. Ana k-anak menganggap orang tuanya kurang murah hati.
Semua merasa kurang dan kurang. Kapankah kita bisa berkata cukup?

Cukup bukanlah soal berapa jumlahnya.
Cukup adalah persoalan kepuasan hati. Cukup hanya bisa diucapkan oleh
orang yang bisa mensyukuri.

Tak perlu takut berkata cukup.Mengucapkan kata cukup bukan berarti kita
berhenti berusaha dan berkarya...
"Cukup" jangan diartikan sebagai kondisi stagnasi, mandeg dan berpuas diri.
Mengucapkan kata cukup membuat kita melihat apa yang telah kita terima,
bukan apa yang belum kita dapatkan. Jangan biarkan kerakusan manusia membuat
kita sulit berkata cukup.
Belajarlah mencukupkan diri dengan apa yang ada pada diri kita hari ini,
maka kita akan menjadi manusia yang berbahagia.

Wednesday, March 21, 2012

Gak usah takut disebut "aneh"


Cobalah ketika kita datang ke kantor, jam 8:30 ini kita lakukan shalat sunah dhuha,
pasti akan nampak “aneh” di tengah orang-orang yang sibuk sarapan, baca
koran dan mengobrol.
Cobalah kita shalat dhuhur atau Ashar tepat waktu, akan terasa “aneh”,
karena masjid masih kosong melompong, akan terasa aneh di
tengah-tengah sebuah lingkungan dan teman yang biasa shalat di akhir waktu.
Cobalah berdzikir atau tadabur al Qur’an ba’da shalat, akan terasa aneh di
tengah-tengah orang yang tidur mendengkur setelah atau sebelum shalat. Dan
makin terasa aneh ketika lampu mushola/masjid harus dimatikan agar tidurnya
nyaman dan tidak silau. Orang yang mau shalat malah serasa menumpang di
tempat orang tidur, bukan malah sebaliknya, yang tidur itu justru menumpang
di tempat shalat. Aneh, bukan?

Cobalah jum’at besok nanti shalat Jum’at lebih awal, akan terasa aneh, karena masjid
masih kosong, dan baru akan terisi penuh manakala khutbah ke dua menjelang
selesai.
Cobalah anda kirim artikel atau tulisan yang berisi nasehat, akan terasa
aneh di tengah-tengah kiriman e-mail yang berisi humor, plesetan, asal
nimbrung, atau sekedar gue, elu, gue, elu, dan test..test, test saja.
Cobalah baca artikel atau tulisan yang berisi nasehat atau hadits, atau
ayat al Qur’an, pasti akan terasa aneh di tengah orang-orang yang membaca
artikel-artikel lelucon, lawakan yang tak lucu, berita hot atau lainnya.

Dan masih banyak keanehan-keanehan lainnya, tapi sekali lagi jangan takut
menjadi orang “aneh” selama keanehan kita sesuai dengan tuntunan syari’at
dan tata nilai serta norma yang benar.

Jangan takut dibilang “tumben” ketika kita pergi ke masjid, dengan pakaian
rapi, karena itulah yang benar yang sesuai dengan al Qur’an (Al A’raf:31)
Jangan takut dikatakan “sok alim” ketika kita lakukan shalat dhuha di
kantor, wong itu yang lebih baik kok, dari sekedar ngobrol ngalor-ngidul
tak karuan.
Jangan takut dikatakan “Sok Rajin” ketika kita shalat tepat pada
waktunya, karena memang shalat adalah kewajiban yang telah ditentukan
Waktunya terhadap orang-orang beriman.

“Maka apabila kamu Telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah Allah di waktu
berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring.. Kemudian apabila kamu Telah
merasa aman, Maka Dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya
shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang
beriman.” (Annisaa:103)

Jangan takut untuk shalat Jum’at/shalat berjama’ah berada di shaf terdepan,
karena perintahnya pun bersegeralah. Karena di shaf terdepan itu ada
kemuliaan sehingga di jaman Nabi Salallahu’alaihi wassalam para sahabat
bisa bertengkar cuma gara-gara memperebutkan berada di shaf depan.

Jangan takut kirim artikel berupa nasehat, hadits atau ayat-ayat al Qur’an,
karena itu adalah sebagian dari tanggung jawab kita untuk saling
menasehati, saling menyeru dalam kebenaran, dan seruan kepada kebenaran
adalah sebaik-baik perkataan;

“Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada
Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: “Sesungguhnya Aku termasuk
orang-orang yang menyerah diri?” (Fusshilat:33)
Jangan takut artikel kita tidak dibaca, karena memang demikianlah Allah
menciptakan ladang amal bagi kita. Kalau sekali kita menyerukan, sekali
kita kirim artikel, lantas semua orang mengikuti apa yang kita serukan,
lenyap donk ladang amal kita….

Kalau yang kirim artikel humor saja, gue/elu saja, test-test saja bisa kirim
e-mail setiap hari, kenapa kita mesti risih dan harus berpikir ratusan atau
bahkan ribuan kali untuk saling memberi nasehat. Aneh nggak, sih?

Jangan takut dikatain sok pinter, sok menggurui, atau sok tahu. Lha wong
itu yang disuruh kok, “sampaikan dariku walau satu ayat” (potongan dari
hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari no. 3461 dari hadits Abdullah Ibn
Umar).

Jangan takut baca e-mail dari siapapun, selama e-mail itu berisi kebenaran
dan bertujuan untuk kebaikan. Kita tidak harus baca e-mail dari orang-orang
terkenal, e-mail dari manager atau dari siapapun kalau isinya sekedar dan
ala kadarnya saja, atau dari e-mail yang isinya asal kirim saja.

Mutiara akan tetap jadi mutiara terlepas dari siapapun pengirimnya.
Pun sampah tidak akan pernah menjadi emas, meskipun berasal dari tempat yang
Mewah sekalipun.

Lakukan “keanehan-keanehan” yang dituntun manhaj dan syari’at yang benar.
Buat muslimah kenakan jilbab dengan teguh dan sempurna, meskipun itu akan serasa aneh
ditengah orang-orang yang berbikini dan ber ‘you can see’.

Jangan takut mengatakan perkataan yang benar (Al Qur’an & Hadist), meskipun
akan terasa aneh ditengah hingar bingarnya bacaan vulgar dan tak bermoral.
Lagian kenapa kita harus takut disebut “orang aneh” atau “manusia langka”
jika memang keanehan-keanehan menurut pandangan mereka justru yang akan
menyelamatkan kita?

Saturday, March 17, 2012

Writing Tresno Jalaran Soko Kulino

Pepatah jawa mengatakan, “cinta ada karena terbiasa”. Pepatah ini sebenarnya berlaku untuk semua hal, termasuk dengan kegiatan menulis. Ketika beberapa orang (masih) menganggap bahwa menulis itu sulit, maka formula ini bisa menjadi obatnya : writing tresno jalaran seko kulino. Cinta menulis disebabkan karena kebiasaan.

Pada dasarnya, semua orang memiliki kemampuan untuk menulis. Menulis, sebagai sebuah keterampilan, membutuhkan latihan rutin secara terus menerus. Bakat dalam sebuah keterampilan memang penting, namun belum mencukupi (necessary, but not sufficient condition). Keterampilan menulis bukan hanya perlu dipertahankan, namun juga harus ditingkatkan kualitasnya.

Menulis tidak butuh bakat. Menulis membutuhkan kontinyuitas dan konsistensi. Yang penting terus dan teruslah menulis. Apapun, kapan pun, dan dimanapun. Tak perlu terbebani dengan kualitas tulisan jika memang masih dalam tahap belajar. Tak perlu malu jika dicela. Tanamkan kepercayaan diri dan tekad untuk konsisten menulis. Dua hal ini akan membuat otak kita menjadi writing oriented.

Habits is second nature, kebiasaan adalah karakter kedua. Upaya menyempatkan diri merupakan upaya aktif, bukan pasif. Semua kegiatan yang kita lakukan sebenarnya merupakan kegiatan yang kita sempatkan. Bukan kegiatan yang memberi kesempatan pada kita.

“Sibuk dan tidak ada waktu” bukan sebuah alasan untuk tidak menulis. Orang yang benar-benar sibuk justru orang yang punya banyak waktu luang untuk menulis. Sebaliknya, orang yang malas justru orang yang tidak punya waktu luang untuk menulis karena waktunya dihabiskan untuk hal-hal lain.

Semakin sering seseorang menulis, makin cepat ia menyelesaikan suatu tulisan. Anggito Abimanyu adalah contoh seorang dari banyak penulis yang mampu menyelesaikan tulisan dalam waktu singkat. Menurut pengakuan salah seorang dosen STAN, Anggito bisa menyelesaikan sebuah tulisan opini di koran dengan cepat. Tak peduli ketika ia sedang menunggu acara seminar dimulai atau menunggu di bandara ketika jadwal penerbangan di-delay.

There’s no such a thing as a free lunch. Biasakan menulis dari sekarang. Setidaknya ada dua hal yang mampu menjadi alasan kuat mengapa manusia dalam hidupnya harus menulis. Pertama, menulis adalah bagian dari ibadah sosial. Menulis adalah ibadah ilmiah, amal jariyah, yang dijanjikan oleh Alloh akan terus mengalir nilai pahalanya sampai ajal tiba kelak. Kedua, menulis adalah bagian dari perjuangan. Tidak akan pernah ada yang tahu tentang kebobrokan sistem pemerintahan Belanda yang korup andaisaja Multatuli tidak menulis novel berjudul Max Havelaar. Cerita ini mampu membentuk opini publik di Belanda untuk menentang sistem yang amat menindas rakyat Hindia Belanda sampai akhirnya mampu mengakhiri sistem tanam paksa di Jawa.

Menulis adalah sebuah pilihan hidup. Menulis bukan semata-mata hobi yang ada ketika timbul mood atau bahkan ketika ada sisa waktu. Membaca dan menulis adalah pekerjaan besar bagi orang-orang berperadaban. Gordon Smith, seorang politikus Inggris abad ke-18, membuat sebuah pernyataan yang menarik untuk disimak.

“Membaca tanpa menulis ibarat memiliki harta dibiarkan menumpuk tanpa dimanfaatkan. Menulis tanpa membaca, ibarat mengeduk air dari sumur kering. Tidak membaca dan juga tidak menulis, ibarat orang tak berharta jatuh ke dalam sumur penuh air.”

Menulis, menulis, dan menulis. Di era modern seperti sekarang ini, bukan hal yang sulit untuk membiasakan diri menulis. Gunakan blog atau notes facebook untuk mendokumentasikan tulisan. Jangan malu jika tulisan kita dibaca orang. Belum tentu tulisan yang kita anggap buruk dinilai buruk pula oleh orang lain. Pujian adalah motivasi, cacian adalah koreksi. Jadikan semuanya sebagai pembelajaran jika kita memang ingin konsisten dalam menulis.

Tak perlu terbebani untuk menulis fiksi atau nonfiksi. Konsistenlah menulis tentang apapun yang terjadi dan temui dalam kehidupan sehari-hari. Tuangkan gagasan, goreskan ide, dan tawarkan solusi atas sebuah permasalahan. Gali terus informasi agar tulisan kita mampu untuk dibaca lebih banyak orang, di koran, majalah, dan jurnal ilmiah.

Friday, March 9, 2012

Percaya Diri

Kepercayaan diri merupakan aset yang perlu dimiliki di tempat kerja. Orang yang memiliki kepercayaan diri yang besar mampu mengemban tanggung jawab yang diberikan oleh perusahaan.

Berikut tiga tips untuk membantu mengembangkan rasa percaya diri, seperti yang dikutip berikut ini:

1. Fokus pada sikap percaya diri
Percaya diri adalah sebuah emosi. Ketika Anda merasakan emosi bahwa Anda percaya diri, maka akan berpengaruh di dalam diri Anda untuk fokus pada kemampuan Anda. Di sisi lain, jika Anda merasa kurang percaya diri, Anda akan cenderung menahan diri dan tidak berani mengambil risiko.

Sebuah emosi agar bisa menjadi lebih percaya diri perlu dikembangkan. Keahlian tersebut membutuhkan latihan, latihannya adalah dengan selalu berusaha fokus pada rasa percaya diri. Cobalah untuk melakukan setiap pekerjaan dengan sikap percaya diri.

2. Ubah cara pikir untuk mengembangkan percaya diri
seperti yang telah dibahas pada poin pertama, percaya diri adalah emosi dan emosi terjadi karena pikiran. Misalnya, rasa sedih terjadi karena Anda memikirkan tentang hal-hal sedih, begitupun dengan rasa bahagia. Sebelum Anda merasa bahagia, terlebih dahulu Anda berpikir tentang kesenangan.

Dalam cara yang sama, pikiran Anda secara drastis dapat mengubah tingkat kepercayaan diri Anda. Oleh sebab itu, motivasi diri dan pikirkan hal-hal yang membuat Anda bisa percaya diri. Anda bisa menyemangati diri sendiri dengan kata-kata "aku pasti bisa", maka Anda akan bisa lebih percaya diri.

3. Mengembangkan keahlian Anda
Rasa percaya diri tanpa ditunjang dengan keahlian tidak membuat hebat. Semakin Anda kompeten di tempat kerja, maka Anda akan lebih percaya diri.

Jadi, terus tingkatkan keahlian-keahlian Anda agar perusahaan lebih memandang Anda. Semakin Anda merasa mampu dengan setiap pekerjaan, maka Anda akan semakin yakin dengan setiap langkah kerja yang diambil.

Monday, March 5, 2012

Be your Self

Tiru-miniru sepertinya telah menjadi tren hidup masa kini. tidak sedikit orang yang tidak percaya diri dengan identitas mereka sendiri. Orang yang suka meniru-niru orang lain adalah cerminan orang yang tidak memiliki kepribadian tinggi. Dia mudah silau dengan apa yang dia temukan dari luar dirinya. Dia akan selalu terombang-ambing. Setiap muncul mode terbaru, maka setiap kali itu pula gaya hidupnya berubah. Tidak ada konsistensi dalam dirinya.

Kita mengaku Muslim, tetapi tidak tahu sumber-sumber ilmu pengetahuan asli dari kandungan al-Quran. Kita bangga berbahasa Inggris, tetapi membaca Kitab Suci saja hanya terjemahan. Contoh lain, anak-anak remaja saat ini malu jika tidak memiki pacar. Dia resah dan galau dengan gelar “jomblo”. Seolah-olah sebutan itu adalah aib dan mencemarkan nama baik keluarga. Padahal, identitas-identitas itu hanya tiruan dan turunan dari budaya pop Barat untuk menanamkan gaya hidup bebas.

Tentu lah pribadi macam ini akan sulit menggapai kesuksesan. Sebab, salah satu rumus kesuksesan seseorang, dia harus menjaga kekonsistensiannya di dalam melakukan segala hal. Dalam istilah agama disebut dengan Istiqomah.

Kita tidak pernah melarang untuk bersikap anti-pati terhadap perubahan zaman. Namun untuk keselamatan, kita perlu melakukan proses adapsi yang artinya berusaha memilih dan memilah antara yang sesuai dengan syari’at dan yang menyalahinya. Yang sejalan boleh kita ambil. Namun terhadap yang menyeleweng, kita harus berani mengatakan “NO’. Sekali pun hal tersebut sangat menarik perhatian.

Syukur menjadi kata kunci untuk menjadi diri sendiri. Kita memang banyak kekurangan, tapi jangan sampai kekurangan tersebut menjadikan kita minder dalam menatap kehidupan. Syukuri segala apa yang ada di tanggan kita dan berusaha memaksimalkannya untuk menghasilkkan sesuatu yang terbaik.

Khususnya bagi kaum muslimin, cukup lah kita bangga dengan Islam, sebab Islam sendiri telah menduduki posisi kemuliaan. jangan pernah kita silau dengan apa yang datang dari luar, karena baik bagi orang lain, belum tentu bagi kita, lebih-lebih ditinjau dari sisi syari’atnya.

Nabi sendiri telah menegaskan dengan keras, agar kaum muslimin terhindar dari kebiasaan macam ini. Tidak tanggung-tanggung, melalui sabdanya, beliau mengecam umat Islam yang memiliki pola hidup macam ini, dan menetapkan mereka sebagai bagian dari kaum yang mereka ikuti.

“Man tasyabbaha biqaumin fahuwa minhu.” (Barang siapa yang menyerupai suatu kaum maka dia termasuk bagian dari kaum tersebut). Demikian lah penegasan Rosulullah.