Wednesday, October 13, 2010

Jangan Jauhi Masjid

Jangan Jauhi Masjid


Pernah ada tetangga yang sering pindah-pindah rumah hanya karena tidak ingin dekat dengan masjid. "Suara adzan berisik, sering mengganggu waktu tidur kami," ujarnya. Masya Allah, ada orang, bahkan satu keluarga yang mengaku muslim namun merasa sering terganggu dengan suara adzan dari masjid.

Tetapi mungkin Allah masih tetap ingin memberinya hidayah kepadanya, karena beberapa kali berpindah rumah ia selalu mendapatkan rumah yang tidak jauh dari masjid. Bahkan pernah sekali rumahnya bersebelahan dengan masjid. Pernah juga di rumah yang lain yang mulanya ia cukup senang karena sangat jauh dari masjid, eh tidak lama kemudian masyarakat setempat beramai-ramai membangun masjid. Dan letaknya, justru hanya beberapa langkah saja dari rumah keluarga yang ingin menjauhi masjid.

Beruntung, hidayah Allah benar-benar menembus. Keluarga ini kemudian perlahan-lahan mulai menyadari bahwa ia tidak akan pernah bisa jauh dari masjid selama masih tinggal di Indonesia, negeri yang mayoritas memeluk agama Islam. Satu persatu anggota keluarga ini menjadi bagian dari jamaah masjid di dekat rumahnya.

Ada lagi yang tidak separah keluarga di atas. Mereka rajin sholat, namun lebih suka di rumah. Banyak alasan yang dipakai, mulai dari jarak yang lumayan jauh sampai pada persoalan perbedaan tata cara ibadah semisal subuh pakai qunut atau tidak, sholat jum’at adzan dua kali atau sekali. Ada lagi alasan tidak ke masjid karena menganggap masjid itu miliki golongan tertentu, sedangkan ia berada di barisan yang berbeda. Tapi yang paling banyak dipakai adalah alasan yang dibuat-buat alias malas ke masjid.

Buat orang-orang sibuk yang bekerja sejak pagi hingga malam, masih dimaklumi jika tidak sempat menyambangi masjid di lingkungannya. Toh, di waktu dzuhur dan ashar ia pun sholat di masjid di kantornya. Begitu pula waktu maghrib dan isya, ada yang bertemu masjid di perjalanan pulang dan mereka mampir untuk bertemu Allah, tidak sedikit pula yang memutuskan pulang ke rumah sesudah sholat maghrib. Intinya, tetap ke masjid.

Tetapi, bagaimana pun fungsi masjid tak sebatas tempat beribadah mahdhah saja, masjid juga memiliki fungsi sosial, pendidikan, ekonomi, budaya dan politik. Fungsi sosial misalnya, silaturahim tetap harus dijaga di antara warga yang tinggal di sebuah lingkungan. Karena sepanjang waktu habis dipakai untuk bekerja, maka shubuh merupakan satu-satunya waktu untuk tetap menyambung silaturahim itu. Atau di hari libur, kita bisa lebih sering bertatap muka dengan jamaah lainnya. Jika kita tidak sempat bertamu ke tetangga, masjid bisa memfasilitasi pertemuan dengan banyak warga tanpa harus berkunjung satu persatu ke rumah tetangga.

Sayang sekali, jumlah masjid yang sangat banyak tumbuh di negeri ini tidak diimbangi dengan semangat untuk memanfaatkannya. Saya masih ingat ketika masih tinggal di Tangerang, ada semangat luar biasa dari warga untuk membangun masjid bersama-sama hanya karena mendengar isu lahan kosong itu hendak didirikan bangunan ibadah ummat beragama lain. Tetapi ketika masjid itu sudah berdiri tegak, kita tak ramai-ramai menegakkan ibadah di dalamnya.

Ada orang-orang yang memanfaatkan masjid hanya pada moment tertentu, seperti pernikahan. Saat sepasang lelaki dan perempuan memulai hidup baru, mengikat janji setia. Indah sekali, sebuah ikatan sakral yang dilakukan di dalam masjid disaksikan ratusan pasang mata dari keluarga, kerabat, sahabat serta tamu undangan. Tidak hanya itu, Allah dan para malaikat pun menyaksikan prosesi penyatuan dua insan itu.

Sesudah itu, kita lupa lagi dengan masjid. Lupa bahwa di masjid lah kita memulai hidup baru, dan terlebih lupa pula bahwa di masjid pula lah kita akan mampir sejenak setelah kehidupan berakhir. Ini ingatan untuk diri pribadi agar tak menjauhi masjid, sebab saya tak ingin orang-orang tak berkenan hadir untuk menyolatkan jenazah saya di masjid karena saya dianggap bukan bagian dari jamaah masjid.

Tuesday, October 12, 2010

Jalan dg Keong

JALAN DENGAN KEONG


Tuhan memberiku sebuah tugas, yaitu membawa keong jalan-jalan.
Aku tak dapat jalan terlalu cepat, keong sudah berusaha keras merangkak,
Setiap kali hanya beralih sedemikian sedikit

Aku mendesak, menghardik, memarahinya,
Keong memandangku dengan pandangan meminta-maaf,
Serasa berkata : "aku sudah berusaha dengan segenap tenaga !"
Aku menariknya, menyeret, bahkan menendangnya, keong terluka.
Ia mengucurkan keringat, nafas tersengal-sengal, merangkak ke depan.
Sungguh aneh, mengapa Tuhan memintaku mengajak seekor keong berjalan-jalan.

Bosan jadi pekerja

Dalam sejarah Islam ada panglima perang yang memiliki strategi luar biasa, benar-benar luar biasa karena tidak pernah dilakukan oleh siapapun sebelumnya. Panglima perang tersebut adalah Thariq Bin Ziyad yang pada tahun 97 H (sekitar tahun 710 Masehi) memimpin 7,000 pasukan Islam memasuki Spanyol yang dijaga oleh 25,000 pasukan pimpinan Raja Roderick.

Untuk menyemangati pasukannya agar tidak gentar melawan musuh yang memiliki kekuatan jauh lebih besar, dan agar tidak ada satupun dari pasukaannya yang berpikir untuk ambil langkah mundur - apa yang di lakukan Thariq ?, dia membakar seluruh kapal-kapal yang dipakai pasukannya untuk mencapai pantai tenggara Spanyol. Ketika pasukannya bertanya-tanya tentang apa yang dilakukan sang panglima ini, Thariq menjawabnya dengan pidato yang terkenal sbb :

“Wahai saudara-saudaraku, lautan ada di belakang kalian, musuh ada di depan kalian, ke manakah kalian akan lari?, Demi Allah, yang kalian miliki hanyalah kejujuran dan kesabaran. Ketahuilah bahwa di pulau ini kalian lebih terlantar dari pada anak yatim yang ada di lingkungan orang-orang hina. Musuh kalian telah menyambut dengan pasukan dan senjata mereka. Kekuatan mereka sangat besar, sementara kalian tanpa perlindungan selain pedang-pedang kalian, tanpa kekuatan selain dari barang-barang yang kalian rampas dari tangan musuh kalian. Seandainya pada hari-hari ini kalian masih tetap sengsara seperti ini, tanpa adanya perubahan yang berarti, niscaya nama baik kalian akan hilang, rasa gentar yang ada pada hati musuh akan berganti menjadi berani kepada kalian. Oleh karena itu, pertahankanlah jiwa kalian”.

Tekad yang sangat kuat untuk hidup mulia atau mati syahid “Isy Kariman au Mut Syahidan” inilah yang dapat membawa kejayaan Islam dari waktu ke waktu.

Kita tahu akhirnya dalam sejarah bahwa diawali oleh tekad yang sangat kuat dan kebergantungan kepada Allah semata tersebut, Islam menjangkau wilayah yang paling luas beberapa puluh tahun kemudian setelah strategi ini ditempuh Thariq dan pasukan-pasukannya.

Ketika cerita tentang Thariq ini diajarkan secara turun temurun baik di dunia Islam maupun diluar Islam, maka sekitar 800 tahun kemudian, kurang lebih sepuluh generasi setelah Islam masuk Spanyol – anak keturunan bangsa Spanyol yang bernama Hernando Cortez - pun meniru bulat-bulat strategi Thariq tersebut diatas ketika ia memimpin ekspedisi penaklukan ke Mexico.

Hernando Cortez yang memimpin expedisi penaklukan bangsa Aztecs untuk merebut emas dan harta-harta lainnya ini membakar keseluruhan 11 kapal yang digunakan untuk membawa pasukannya mencapai daratan Mexico. Dengan demikian tidak ada pikiran untuk mundur, jalan hanya satu arah yaitu maju kedepan.

Kita juga tahu hasil dari kebulatan tekat Hernando Cortez ini, sampai sekarang bahasa resmi yang dipakai di Mexico adalah bahasa Spanyol. Ini menunjukkan betapa berhasilnya Hernando Cortez meniru strategi Thariq Bin Ziyad dalam upayanya untuk menaklukkan Mexico yang menjadi jajahan Spanyol sampai beratus tahun kemudian.

Kalau seorang Hernando Cortez saja bisa belajar dan menikmati ke-sukses-an dari meniru strategi Panglima Perang Islam Thariq Bin Ziyad, masa kita umat Islam di masa kini tidak bisa mencapai kesuksesan dengan belajar dari keberhasilan tokoh pejuang sekaliber Thariq ini ?.

Kalaulah medan kita bukan atau belum medan perang saat ini, minimal strategi Thariq dengan membakar kapal ini bisa kita terapkan di tekad kita untuk membangun usaha, untuk meninggalkan tempat kerja yang kita ragukan ‘kebersihan’-nya misalnya.

Dari pengalaman saya berinteraksi dengan sekian banyak peserta Pesantren Wirausaha dan juga peserta yang ikut pelatihan CIED (Center for Islamic Entrepreneurship Development) , penghalang terbesar dari setiap peserta yang ingin menjadi entrepreneur adalah keberaniannya untuk benar-benar terjun ke usaha – serta benar-benar meninggalkan pekerjaan sebelumnya.

Pengalaman saya sendiri-pun menunjukkan demikian; tidak kurang dari enam kali usaha berwiraswasta yang saya lakukan diluar jam kantor - ketika saya masih aktif sebagai eksekuitif ; tidak satupun yang berhasil. Yang ketujuh, kedelapan dan seterusnya insyaallah berhasil karena kapal saya benar-benar saya bakar.

Untuk mencapai karir puncak di Industri asuransi & investasi di usia muda, dengan sangat bersusah payah saya peroleh gelar profesi yang paling tinggi di New Zealand, Australia dan Inggris. Sangat sedikit professional asuransi & investasi Indonesia yang mencapai pengakuan semacam ini. Namun sejak lahirnya fatwa MUI bahwa bunga bank haram awal 2004 ( Fatwa No 1 Tahun 2004 Tentang Bunga), tidak ada lagi yang perlu diperdebatkan mengenai keharaman bunga bank dan produk-produk yang terkait dengannya di dunia finansial - maka pekerjaan saya sebelumnya harus saya tinggalkan.)

Maka alhamdulillah kapal yang namanya gelar professional dan karir puncak di industri finansial tersebut telah habis saya bakar dua tahun lalu. Sejak saat itu, mirip yang dilakukan oleh Thariq dan juga Cortez, medan ‘pertempuran’ saya menjadi medan ‘pertempuran’ yang sama sekali baru. Tidak mudah, tetapi juga tidak mustahil – hanya pertolongan Allah-lah yang menjadikan yang sukar itu mudah.

Jadi bagi Anda yang ingin pindah quadrant dari pegawai/eksekutif ke pengusaha, bila Anda berani membakar kapal Anda, Insyallah Andapun juga bisa berhasil….!. Wa Allahu A’lam.

by : NN