Tuesday, February 14, 2012

Sesuatu yang kecil

Kemarin aku terpaksa pulang terlambat sampai hampir setengah jam,
karena helm yang biasa kuletakkan di stang motor tak lagi berada
ditempatnya. Sependapat dengan satpam, akupun tidak berpikiran bahwa
helm bututku itu dicuri orang. Paling-paling ada yang sedang
meminjamnya namun tak memberitahu satpam atau si peminjam lupa
mengembalikan pada tempatnya semula. Atas saran satpam, akhirnya aku
mengelilingi area parkir yang cukup luas itu untuk mencari helmku yang
barangkali benar telah berpindah tempat.

Hampir lima belas menit aku mencari, namun tak kutemukan helm yang
kuanggap itu adalah helmku. Tak kurang dari sepuluh helm yang serupa
dengan helmku, dan aku sama sekali tidak bisa memastikan yang mana
helmku. Aku hanya tahu helm ku berwarna hitam, namun aku tak tahu ciri
khusus helm yang setiap hari kupakai untuk berangkat kerja bahkan
kemanapun aku pergi karena helm itu adalah satu-satunya yang kumiliki.
Dan sore itu terpaksa aku pulang melalui jalan alternatif yang arahnya
memutar sehingga
membutuhkan waktu lebih lama untuk menghindari polisi.

Sebenarnya bisa saja aku pulang melalui jalur yang biasa kulewati,
toh tak jauh dari tempatku bekerja ada beberapa penjual helm pinggir
jalan. Aku bisa berhenti sebentar dan membeli helm di sana. Namun itu
menjadi tidak mungkin karena aku tahu persis jumlah uang dalam dompetku
tidak cukup untuk membeli sebuah helm meski untuk harga yang paling
murah sekalipun. Ah, tiba-tiba helm menjadi begitu penting dan sangat
mahal bagiku.

Seringkali, kita memandang remeh terhadap sesuatu yang sebenarnya
sangat kita perlukan hanya karena sebuah kebiasaan ataupun rutinitas.
Kehilangan helm yang kualami adalah contoh nyatanya. Aku tak mengenali
dengan baik sesuatu yang telah memberikan manfaat besar kepadaku.
Setiap hari, kemanapun aku pergi, dia selalu memberiku rasa aman dan
nyaman. Namun kenyataannya, aku tak tahu lebih banyak tentang helmku.

Hal lain yang juga sering terjadi adalah, kita kerap memandang
sebelah mata pada orang-orang yang sebenarnya memberikan peran penting
dalam keseharian kerja. Pembantu rumah tangga, office boy adalah mereka
yang acapkali tak terlihat jasa besarnya dalam menyelesaikan berbagai
macam tugas rumah dan kantor kita. Saat pembantu sedang sakit atau
pulang kampung, kita baru sadar bahwa tak mungkin kita melakukan semua
pekerjaan rumah sendiri dengan hasil dan waktu yang sama jika
dikerjakan oleh pembantu kita. Begitupun saat office boy tidak masuk
kerja, seakan semua pekerjaan menjadi tertunda karena kita harus
mengerjakan semuanya sendiri, termasuk fotocopy dan mendistribusikan
laporan ke departemen lain. Kita baru merasa sangat membutuhkan mereka
pada saat mereka tak ada.

Tak hanya benda atau orang, kita juga sering tak bisa ‘melihat’
sesuatu yang sangat dekat dengan kita. Kesehatan misalnya. Dengan
nikmat sehat, segala aktifitas pekerjaan bisa kita lakukan dengan
lancar. Namun sayangnya kita terkadang baru menyadari dan mensyukuri
betapa besarnya nikmat sehat itu manakala kita tak bisa melakukan
berbagai aktifitas harian kita karena sakit.

Dekat tapi tak terlihat. Itulah yang sering terjadi pada diri kita.
Kita menganggap sesuatu, seseorang atau sebuah nikmat menjadi kecil,
biasa, tidak bernilai hanya karena sesuatu, seseorang ataupun nikmat
itu setiap hari, setiap saat ada di sekitar kita, bersama-sama kita.
Bahkan terkadang kita merasa bahwa keberadaan mereka itu bukan sebuah
anugerah melainkan sesuatu yang memang semestinya ada. Kebiasaan kita
menganggap kecil dan biasa terhadap mereka, paling parah adalah
akhirnya membuat kita lupa bersyukur kepada yang telah menganugerahkan
mereka kepada kita, yaitu Allah SWT.

Kita lupa bersyukur kepada Allah bahwa dengan adanya suatu barang
atau fasilitas, kehidupan kita menjadi lebih aman dan nyaman. Kita lupa
bersyukur kepada Allah bahwa dengan kehadiran orang lain, pekerjaan dan
urusan kita menjadi lancar dan ringan dikerjakan. Kita lupa bersyukur
kepada Allah bahwa dengan nikmat sehat, hidup kita menjadi bergairah.
Kita terkadang lupa bersyukur kepada Allah dengan segala nikmatNya yang
tak terhitung, hanya karena nikmat itu selalu ada, dekat dengan kita.

Jangan biarkan rasa penyesalan datang. Mari kita syukuri segala
nikmat yang telah Allah anugerahkan kepada kita, salah satunya dengan
memberikan perhatian yang berbeda dari biasanya ( peduli ) terhadap
apapun di sekililing kita. Karena dengan peduli terhadap mereka, maka
rasa syukur akan muncul. Betapa besar nikmat yang Allah berikan, tak
ada satupun yang kebetulan ataupun sia-sia.

Monday, February 13, 2012

Yang Terlewat

Seorang lelaki datang dan duduk di kursi sebelah kiri saya, namun saya tak begitu memerhatikannya. Karena pandangan ini tengah tertuju pada seseorang tepat di depan mata saya. seorang bapak tengah menyantap lezat makanan yang dibawanya, sedangkan anak lelakinya yang baru berusia sekitar tiga tahun mencoba meminta makanan Ayahnya. Sesekali sang Ayah memberinya sesuap nasi, kemudian anaknya bermain lagi. lelaki itu nampak sangat menikmati makan siangnya itu, sedangkan anaknya hanya disuapi beberapa kali saja.

“Tega sekali bapak itu ya, ia makan sangat banyak sedangkan anaknya hanya diberi satu dua suap saja. Kenapa ia tak mendahulukan anaknya makan? Orang tua kan biasanya berkorban, biarlah ia tidak makan yang penting anaknya makan lebih dulu…” suara di sebelah saya memecah konsentrasi pandangan saya pada adegan di depan. Rupanya bukan hanya saya yang menyaksikan adegan Ayah dan anak yang tengah menikmati makan siang di ruang tunggu terminal.

Saya menghela nafas, membetulkan posisi duduk yang sebenarnya sudah cukup nyaman. Saya menoleh ke sebelah kiri, ke arah suara yang barusan kemudian memberikan senyum kepadanya. Ia, lelaki yang belum lama datang dan duduk di kursi sebelah kiri saya itu ternyata ikut menjadi pemirsa adegan ayah dan anak di hadapan saya. Kali ini saya harus menjelaskan kepada lelaki di sebelah kiri saya tentang adegan yang tengah berlangsung itu.

“Sayang sekali, Anda melewatkan adegan terbaiknya dan hanya menonton potongan sisanya saja. Saya yakin jika Anda datang lebih awal, Anda akan tersenyum dibuatnya dan tak mungkin berkomentar seperti tadi…” ucap saya.

Kini giliran lelaki itu yang membetulkan posisi duduknya, wajahnya menghadap ke saya. “Adegan apa yang saya lewati?”

Sebelum lelaki itu datang, kira-kira tiga puluh menit berselang, seorang lelaki bersama anaknya tiba dan memilih tempat duduk di depan saya. Tak berapa lama sang Ayah membuka sebuah kotak makanan dan mulai menyuapi makanan ke anaknya. Perlahan dan penuh kasih sayang ia menyuapi, mulai dari lauknya, nasi, juga sesekali ia memberikan minum. Ketika anaknya tersedak karena makan sambil bicara, ia memberi nasihat dengan lembut, “habiskan dulu yang di dalam mulut, baru bicara ya nak,” kemudian ia menyodorkan air minum ke anaknya.

Anak lelakinya itu terbilang aktif, sambil makan ia berlari sana-sini. “Ayah lebih suka kalau Abang duduk,” Ah, sebuah kalimat positif yang mengagumkan. Biasanya orang tua yang sedang memberi makan dan anaknya berlarian akan berteriak, “Abang! Jangan lari-larian, Ayah capek!” atau “Duduk disini! Jangan lari-larian, ibu nggak mau nyuapin lagi nih…”

Sang anak tetap berlari meski ayahnya lebih suka ia duduk, namun tak sedikitpun ia marah. Tak berapa lama, anaknya tersandung kaki kursi dan jatuh. Makanan yang masih di mulutnya pun ikut tumpah keluar. Lagi-lagi ia tak marah, ia berdiri segera membangunkan anaknya. Kemudian dengan sabar memunguti makanan yang berserak di lantai. Anaknya menatap apa yang dilakukan ayahnya, “Kalau abang duduk dan diam, nggak akan jatuh begini kan…” anaknya mengangguk tanda mengerti.

Sejak itu, anaknya yang bertubuh gempal itu duduk diam dan membuat ayahnya lebih tenang menyuapi hingga makanannya habis. “jangan lupa, baca doa habis makan bagaimana?” tak lama, terdengar suara lucu melafazkan doa sehabis makan. Terbata-bata ia mencoba melafazkannya sambil dibantu ayahnya untuk mengingat bagian yang lupa.

Setelah itu, ayahnya berkata, “Abang sudah makan, sekarang gantian ayah ya yang makan…”

Nah, adegan inilah yang terlewati oleh lelaki yang baru datang dan duduk di sebelah kiri saya. Ia hanya melihat adegan sisanya yang tentu saja bukan bagian terbaik dari ayah dan anak di hadapan saya itu.

Kerap kita melihat sesuatu tidak utuh, kemudian mencoba memberi penilaian dari yang tidak utuh itu. Padahal kalau kita mau meluangkan waktu lebih banyak untuk mengetahui sesuatu lebih dalam dan lebih utuh, banyak hal yang akan mampu mengubah pandangan kita terhadap sesuatu, ataupun seseorang.

Friday, February 10, 2012

BLOKIR "Situs Berbagi" 2012

Kemaren teman2 pada nanya " Ka, update terbaru donk?", teman2 mungkin pada nanyain kok dah gak mulai bawa film boxoffice atau lagu terbaru lagi kalo masuk kerja. Emang disamping udah males buka internet yang mutar-mter abisin kuota gak jelas, akhir2 ini juga mulai susah mencari film, lagu atau software. Setelah makin banyak blog atau situs berbagi file yang mulai ketar-ketir dan menutup layanan berbagi filenya, kebanyakan dari situs tersebut tidak mau tersandung masalah, karena menampilkan file pihak ketiga yang mengandung konten melanggar hak cipta.

Setidaknya ada 7 situs berbagi file terbesar di dunia, yang di dalam salah satu layanannya dengan bebas menaruh file yang mengandung pelanggaran hak cipta. FBI bukan tidak mungkin mengincarnya juga.

1. 4shared
2. Hotfile
3. MediaFire
4. Rapidshare
5. The Pirate Bay
6. Project – Free TV
7. 1Channel.ch, Movie2k.to, and SolarMovie.eu

Akhirnya, mari kita ngeblog dengan hati dan itu adalah tujuan terbaik. Jika tujuannya untuk mencari duit, maka ngeblog adalah satu dari sekian juta cara yang bisa kita lakukan di dunia maya

Semoga juga Blog-Nya Ekarockcity juga tidak dihapus sepihak oleh mbah Goggle, biar bisa ngeblog tiap minggu. Amin

Saturday, February 4, 2012

Menjelang peringatan Maulid Nabi SAW

Kita cinta Nabi Muhammad SAW ??

Apakah kita mencintai nabi kita, nabi Muhammad
saw? Dengan mantap kita pasti akan menjawab, ya! Tapi jika ditanya, apa
bukti kalau kita mencinta nabi
Muhammad saw, maka terkadang kita seperti
anak kecil yang bingung dan membingungkan. Kita bingung menunjukan
bukti kecintaan kita pada sang nabi karena perbuatan kita yang terkadang
bertolak belakang dengan apa yang kita ucapkan.

Banyak cara dan acara yang digelar dalam rangka memperingati hari
kelahiran nabi Muhammad saw. Apakah ini sebuah bukti kecintaan kita pada
sang nabi? Tentu saja! Begitulah jawaban mereka yang melakukannya.
Namun benarkah ini bukti cinta kita pada sang nabi? Belum tentu di mata
Allah dan sang nabi.

Rosululloh mencontohkan kita untuk bersedekah dengan harta kita, tapi
bukan dengan cara mubazir, menghanyutkan ke laut misalnya. Untuk apa
dan untuk siapa? Bukan pula dengan cara untuk diperebutkan hingga tak
jarang menimbulkan kericuhan.

Rosululloh menyuruh kita untuk mencari ilmu, meskipun umpamanya
sampai ke negeri China. Mengadakan dan mengikuti pengajian adalah salah
satu cara untuk menambah pengetahuan agama kita. Tapi bukan kemudian
mengotori masjid dengan berbagai sampah makanan dan minuman. Bukan pula
dengan melalaikan sholat shubuh lantaran pengajian diadakan hingga larut
malam.

Rosullloh tak pernah memberikan contoh atau perintah khusus untuk
merayakan hari kelahiran beliau. Kalaupun kemudian ada yang mengadakan
berbagai acara dalam rangka memperingati hari kelahiran beliau, meski
sebagian mengatakan itu bid’ah namun sebagian lagi menganggap
acara-acara yang mereka gelar hanya sekedar memanfaatkan momen ini untuk
mengarahkan semangat kaum muslim ke jalur yang benar dan lebih
bermanfaat. Semua tentu kembali bagaimana niat dan tata caranya.

Ada satu hal yang terkadang kita lupakan, padahal itulah inti
sesungguhnya dari momen peringatan hari kelahiran nabi. Peringatan hari
kelahiran nabi semestinya menjadikan kita lebih dekat dengan sosok mulia
beliau. Bukan sekedar menyegarkan ingatan kita akan sejarah hidup
beliau, tapi membangkitkan semangat kita dalam meneladani segala akhlak
dan perbuatan beliau yang sangat mulia.

Jika benar kita cinta nabi, semestinya kita tahu apa dan bagaimana
sosok sang nabi, akhlaknya dan segala kemuliaannya. Jika benar kita
cinta nabi, semestinya akhlak dan perbuatan kita didasarkan pada contoh
yang beliau berikan.

Jika kita cinta nabi, semestinya ibadah wajib tak pernah kita
tinggalkan karena ibadah sunnahpun senantiasa kita jalankan. Ibadah
bukan lagi sekedar kewajiban, tapi kebutuhan. Rosululloh yang sudah
dijamin Allah masuk syurga saja sangat taat dan tekun beribadah, apalagi
kita yang masih berlumur dosa seharusnya memastikan segala tingkah laku
kita menjadi amalan yang bernilai ibadah.

Jika kita cinta nabi, semestinya kita menjadi orang yang sangat
memuliakan orang tua, menghormati tamu dan tetangga dan menjaga akhlak
dalam pergaulan, bukan menganggap orang tua hanya sebagai beban, tamu
atau tetangga hanya akan merepotkan sementara teman hanya sekedar tempat
untuk kita meminta bantuan.

Jika kita cinta nabi, semestinya kita menjadi orang yang mudah
memaafkan kesalahan orang lain, bukan membesar-besarkan permusuhan,
apalagi sampai mewariskan dendam pada keturunan.

Jika kita cinta nabi, semestinya kita peduli dengan kesusahan yang
dialami tetangga kanan kiri kita, bukan menganggap kesulitan mereka
sebagai urusan mereka, diluar urusan rumah tangga kita.

Jika kita cinta nabi, semestinya kita menjadi seorang dermawan yang
gemar membantu kaum fakir miskin, bukan dengan mudah memberikan label
malas pada mereka tanpa kita memberikan bantuan apa-apa.

Jika kita cinta nabi, semestinya kita mengasihi anak-anak yatim,
bukan membiarkan mereka dengan anggapan toh masih ada kerabat yang lebih
wajib mengurus segala keperluannya, sementara kita hanya orang lain
yang tak ada pertalian darah dengan mereka.

Kita memang hanyalah manusia biasa yang tak sesempurna rosululloh,
namun kita bisa meneladani beliau sampai batas maksimal kemampuan kita.
Mari kita jadikan momen peringatan maulid nabi ini sebagai titik awal
untuk mengikuti jejak-jejak syurga sang nabi.
Mari kita rubah senandung
harian kita dengan shalawat. Sesungguhnya rosululloh tak memerlukan doa
kita, tapi kitalah yang membutuhkan syafaat dari beliau.

Allohumma sholli ala Muhammad ya robbi sholli alaihi wasalim