Monday, July 13, 2009

Meyakini Adanya Kehidupan Lain

Meyakini Adanya Kehidupan Lain


Betapa berbedanya penampilan bangsa Muslim Palestina dengan bangsa Yahudi Israel menghadapi perang di Gaza. Ada ketegaran, ketenangan dan kesabaran
yang sangat nyata terlihat di wajah banyak warga Gaza selama perang
berlangsung. Sementara itu jelas terlihat hadirnya tanda-tanda kepanikan, keresahan dan ketakutan
pada sebagian besar warga negara Zionis di wilayah selatan Israel
setiap kali sirene berbunyi menjelang mendaratnya roket para pejuang
Palestina.

Padahal jika dibandingkan jelas terlihat bahwa
ancaman yang dihadapi warga Gaza sangat jauh berbeda dengan apa yang
dihadapi oleh warga Israel Selatan. Rakyat Palestina menghadapi ancaman
serangan pasukan Zionis Yahudi Israel dari arah udara, darat dan laut.
Mereka diserang oleh militer sebuah negara yang dikategorikan sebagai
kekuatan urutan ketiga di seluruh dunia. Kekuatan yang didukung oleh
mesin pembunuh canggih buatan Amerika Serikat.

Sedangkan
rakyat Israel Selatan ”hanya” menghadapi ancaman roket-roket buatan
tangan pejuang Palestina. Roket yang dikatakan oleh seorang pengamat di
Amerika sebagai hanya ”satu stadium di atas mercon”. Padahal setiap
kali sebuah roket dilontarkan dari Gaza rakyat Israel Selatan
dilindungi pemerintahnya dengan ”early warning system” berupa sirene
yang menyebabkan mereka masih punya waktu limabelas detik untuk berlari
ke shelter (tempat berlindung). Sedangkan rakyat Palestina dapat
terluka bahkan terbunuh kapan saja. Ancaman tersebut bisa datang dari
arah darat, laut maupun udara. Ancaman tersebut bisa berupa peluru
sniper hingga bom White Phosphourus.

Jelas ancaman yang membayangi warga Gaza sangat
jauh lebih mengerikan dibandingkan dengan ancaman yang membayangi
rakyat Israel Selatan. Sambil tidak ada satupun tempat berlari atau
mengungsi bagi warga Jalur Gaza karena blokade seluruh perbatasannya
masih diberlakukan oleh pemerintahan penjajah Israel.

Dengan gambaran perbandingan seperti di atas kita
jumpai suatu fakta mencengangkan. Ketegaran, ketenangan dan kesabaran
yang sangat nyata terlihat di wajah banyak warga Gaza selama perang
berlangsung. Sementara itu jelas terlihat hadirnya tanda-tanda
kepanikan, keresahan dan ketakutan pada sebagian besar warga Israel
Selatan. Mengapa hal ini terjadi? Suatu bangsa di bawah bayang-bayang
ancaman serangan begitu mematikan dan dahsyat memperlihatkan ketegaran,
ketenangan dan kesabaran, sementara itu suatu bangsa lain di bawah
bayang-bayang ancaman roket yang sekedar ”satu stadium di atas mercon”
mempertontonkan kepanikan, keresahan dan ketakutan.

Saudaraku,
ini semua hanya membuktikan betapa berbedanya kualitas manusia
Palestina Muslim dengan manusia Israel Yahudi. Manusia Muslim yang
beriman hidup dengan pemahaman dan keyakinan bahwa dunia ini merupakan
tempat hidup sementara. Sedangkan manusia Yahudi kafir menyangka bahwa
dunia ini merupakan satu-satunya tempat hidup. Orang yang percaya bahwa
masih ada kehidupan selain dunia ini tentunya selalu memiliki harapan
akan keadaan yang jauh lebih baik dalam kehidupan di akhirat kelak. Ia
boleh jadi mengalami penderitaan bahkan musibah dalam hidupnya di
dunia, namun itu semua menjadi tidak berarti bila dibandingkan dengan
kehidupan di surga penuh kenikmatan di akhirat.


"Pada hari berbangkit didatangkan orang yang
paling sengsara hidupnya di dunia dari ahli surga. Maka ia dicemplungkn
ke dalam surga sejenak. Kemudian ditanya:"Hai anak Adam, apakah kau
pernah melihat kesengsaraan? Apakah kau pernah merasakn penderitaan?"
Ia menjawab:"Tidak, demi Allah wahai Rabb. Aku tdk pernah mengalami
kesengsaraan dan tidak pula melihat penderitaan" (HR Muslim 5018)

Hal
inilah yang membuat bangsa Palestina menjadi begitu tegar dan tetap
optimis betapapun penderitaan yang mereka telah alami. Ini pula
rahasianya mengapa begitu sering kita saksikan melalui layar kaca bila
warga Gaza diwawancarai mereka berkata: ”Kami punya Allah yang selalu
melindungi kami.” Subhanallah...!

Sebaliknya orang Yahudi kafir menjadi sedemikian
stress dan hidup penuh kegelisahan karena mereka tidak punya pemahaman
dan keyakinan adanya kehidupan selain dunia ini. Oleh karenanya bila
kehidupan satu-satunya ini sudah diwarnai dengan ketidak-tenteraman,
maka mereka menghayatinya sebagai puncak musibah. Mereka memandang
bahwa surga mereka segera terusik dan terganggu. Dan pemerintah Zionis
menjadi sedemikian angkara murka terhadap siapa saja yang mereka
nilai mengganggu ketenteraman hidup satu-satunya. Dan karena itu pula
mereka menjadi sedemikian sadis terhadap seluruh warga Gaza karena
seluruhnya dianggap sebagai bagian dari Hamas, organisasi teroris yang
harus dimusnahkan...! Demi memelihara surga dunia mereka, bangsa Yahudi
Zionis Israel rela menjadikan bangsa Palestina mengalami neraka dunia.

"Barangsiapa yang menghendaki kehidupan dunia
dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan
mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan
dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat, kecuali
neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di
dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan" (QS Hud15-16)

---------------
sumber : eramuslim.com

Sunday, July 12, 2009

Nonton TV Tidak Baik Bagi Anak Penderita Asma

Nonton TV Tidak Baik Bagi Anak Penderita Asma

Bila anak anda memiliki potensi asma, jangan biarkan ia berlama-lama di depan televisi. Sebuah studi menemukan jika anak-anak yang menonton televisi lebih dari dua jam sehari meningkatkan resiko mereka terhadap asma.

Bagaimanapun para peneliti meyakini hasil tersebut lebih terkait kepada gaya hidup, yakni duduk berlama-lama di depan layar TV daripada piranti TV itu sendiri.

Lebih dari 3.000 anak di Inggris dari usia baru lahir hingga berusia 11 tahun mengikuti riset yang dipublikasikan dalam Jurnal Thorax.

Para orang tua ditanyai tentang gejala nafas bersiul dan apakah anak-anak mereka didiagnosa memiliki asma, serta kebiasaaan para bocah dalam menonton televisi.

Ketika semua anak tersebut bebas dari gejala nafas bersiul saat balita, beberapa di antara mereka, sekitar 6 % mulai terlihat tanda-tanda asma ketika masuk usia 11 tahun,dan mereka yang menonton TV lebih dari 2 jam sehari tampak memiliki kondisi demikian.

Rincian dari anak-anak yang akhirnya mengidap asma, 2 % memiliki kebiasaan tak menonton TV, 20 % menonton TV kurang dari 1 jam perhari, 34 % menonton TV 1-2 jam perhari dan 44 % melihat siaran TV lebih dari 2 jam sehari.

Salah satu anggota tim peneliti, James Paton, doktor dari Universitas Glasgow berkomentar, "Kami pikir masalahnya ada pada aktivitas , bukan menonton TV. TV hanyalah sekedar penanda. Mungkin beraktivitas di luar ruang pada usia muda memiliki pengaruh untuk melindungi paru-paru,"

"Ini menunjukkan mungkin tidak duduk berlama-lama membuat kita sering mengarik nafas lebih panjang dan lama, dan itu boleh jadi hal penting dalam kesehatan paru-paru jangka panjang," ujarnya.

Para peneliti asma Inggris tersebut juga menambahkan dalam riset mereka terdapat bukti yang mengaitkan antara kurangnya gerak badan dan kegemukan terhadap peningkatan resiko asma.

http://www.muslimdaily.net/